BUDAYA MERON SUKOLILO PATI
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa ini, peradaban manusia telah berkembang demikian kompleksnya.
Manusia selain sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok dan berkomunikasi
dengan sesamanya, juga sebagai individu-individu dengan latar belakang budaya
yang berlainan. Mereka saling bertemu, baik secara tatap muka maupun melalui
media komunikasi. Maka tidaklah heran, perkembangan dunia saat ini semakin
menujupada suatu global village (desa dunia). Hal ini menimbulkan anggapan
bahwa sekarang ini komunikasi antarbudaya semakin penting dan semakin vital
ketimbang di masa-masa sebelum ini.
Komunikasi antarbudaya adalah sebuah situasi yang terjadi bila pengirim
pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari
suatu budaya yang lain. Dalam keadaan demikian komunikan atau komunikator
dihadapkan kepada maasalah-masalah yang ada dalam suatu siatuasi dimana suatu
pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain
Mengantisipasi timbulnya
masalah karena perbedaan antarbudaya, yang bisa jadi bahkan mengerucut pada
konflik, kekerasan, permusuhan, perpecahan, deskrimnasi, dan sebagainya. maka
dalam penelitian ini akan di bahas bagaimana sejarah yang ada dalam sejarah
budaya meron di kecamatan sukolilo.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana sejarah budaya
meron di kecamatan sukolilo?
2.
Apa makna dari meron ?
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Kerangka Teori
Untuk
menghindari adanya kekeliruan pemahaman judul penelitian ini, maka penulis
memandang perlu untuk menjelaskan atau memberi pengertian dalam beberapa
istilah yang digunakan dalam judul di atas, yaitu :
1. Pengertian Komunikasi
Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia yang dinyatakan
itu adalah pikiran atau perasaan seseorang pada orang lain dengan menggunakan
bahasa sebagai alat penyalurnya.
Komunikasi berasal dari kata
Latin Communicare atau Communis yang berarti sama atau menjadikan milik bersama.
Kalau kita berkomunikasi dengan orang lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan
kepada orang lain tersebut menjadi miliknya. Secara lebih spesifik,pengertian
atau definisi komunikasi dapat disimpulkan dari berbagai istilah komunikasi berdasarkan pencetusnya.
Bernard Barelson & Garry
A. SteinerKomunikasi adalah proses transmisi informasi, gagasan, emosi,
keterampilan dan sebagainyadengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar,
grafis, angka, dsb.
Harold Laswell Komunikasi adalah gambaran
mengenai siapa, mengatakan apa, melalui media apa, kepadasiapa, dan apa
efeknya.
Colin CherryKomunikasi adalah proses dimana pihak-pihak saling
menggunakan informasi dengan untuk mencapai tujuan bersama dan komunikasi
merupakan kaitan hubungan yang ditimbulkan oleh penerus rangsangan dan
pembangkitan balasannya.
Gerald R. Miller Komunikasi terjadi saat satu
sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan niat sadar untuk mempengaruhi perilaku
mereka.
Onong Cahyana
Effendi;Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang
lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik
secara lisan (langsung) ataupuntidak langsung (melalui media).
Everett M. RogersKomunikasi
adalah proses suatu ide dialihkan dari satu sumber kepada satu atau
banyak penerima dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.
Carl I. Hovland Komunikasi adalah suatu proses
yang memungkinkan seseorang menyampaikan rangsangan (biasanya dengan menggunakan
lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain.
New CombKomunikasi adalah
transmisi informasi yang terdiri dari rangsangan diskriminatif dari sumberkepada penerima.
Hovland, Janis dan Kelley Komunikasi merupakan proses individu mengirim
rangsangan (stimulus) yang biasanya dalambentuk verbal untuk mengubah tingkah
laku orang lain. Pada definisi ini mereka menganggap komunikasi sebagai suatu
proses.[1]
2. Pengertian Komunikasi Antar Budaya
Pembicaraan tentang komunikasi antarbudaya tidak apat dielakkan dari pengetian
kebudayaan (budaya). Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata tetapi
dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Komunikasi antarbudaya dapat diartikan
melalui beberapa pernyataan sebagai berikut (Liliweri,2004:9):
1.
komunikasi
antarbudaya adalah pernyataan diri antarpribadi yang paling efektif antara dua
orang yang saling berbeda latar belakang budaya
2.
komunikasi
antarbudaya merupakan pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan,
tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang
budaya
3.
komunikasi
antarbudaya merupakan pembagian pesan yang berbentuk informasi atau hiburan
yang disampaika secara lisan atau tertulis atau metode lainnya yang dilakuka
oleh dua orang yang berbeda latar balakang budayanya.
4.
komunikasi
antarbudaya adalah pengalihan informasi dari seseorang yang berkebudayaan tertentu
kepada seseorang yang berkebudayaan lain.
5.
komunikasi
antarbudaya adalah pertukaran makna yang berbentuk simbol yang dilakukan oleh
orang yang berbeda latar belakang budayanya.
6.
komunikasi
atarbudaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seseorang melalui
saluran tertentu kepad orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang
budaya yang berbeda dan mengahasilkan efek tertentu.
7.
komunikasi
antarbudaya adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan
diantara mereka yang berbeda latar belakang budayanya. Proses pembagian
informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh,
gaya atau penampilan pribadi, atau bantuan hal lain di sekitarnya yang
memperjelas pesan
Budaya setiap budaya mempunyai ciri khas tertentu,
unik dan lokal. Setiap budaya mempunyai simbol yang berbeda-beda. Pandangan
dunia memuat nilai- nilai dan norma dasar yang berkembang diantara komunitas
masyarakat. Orang- orang asing selalu dianggap sebagai out-group, dipandang
sebagai komunitas yang akan mengancam eksistensi in-group, ditandai dengan
berbagai betuk superioritas budaya yang ditampilkan. Mereka memproduksi
stereotipe dengan mengembangkan suatu penilaian umum terhadap budaya lain
secara sepihak, yaitu berdasarkan pandangan umum yang biasanya negatif.
Stereotipe yang diproduksi itu biasanya sulit berubah meskipun perubahan nilai
dan norma berubah. Dalam kenyataan streotipe sebagai cap negatif menempel terus
sebagai refrensi individu. Meskipun realitas sesungguhnya cap negatif tersebut
hanay sebagai upaya perlindungan terhadap budaya sendiri sehingga stereotipe
tidak benar-benar ada atau sungguh-sungguh terjadi demikian nyata dalam
masyarakat.
Nilai dan norma dasar
dari suatu budaya juga melahirkan sikap egoisme dan superioritas kultural yang
disebut etnosentrisme, yakni suatu penilaian budaya orang lain berdasarkan
ukuran budaya sendiri. Penilaian tersebut dilakukan dengan cara memberi nilai
yang baik pada budaya sendiri dan menilai budaya orang lain selalu lebih rendah
sedangkan budayanya sendiri dianggap lebih tinggi, lebih baik dan lebih unggul.
Hal ini membawa konsekuensi dan pengaruh yang luas dalam tindak komunikasi.
Komunikasi antar budaya
lebih cenderung dikenal sebagai perbedaan budaya dalam mempersepsi obyek-obyek
sosial dan kejadian-kejadian, di mana masalah-masalah kecil dalam Komunikasi
sering diperumit oleh adanya perbedaan-perbedaan persepsi dalam memandang
masalah itu sendiri. Dalam hal ini Komunikasi antar budaya diharapkan berperan
memperbanyak dan memperdalam persamaan dalam persepsi dan pengalaman seseorang.
Namun demikian karakter budaya cenderung memperkenalkan kita kepada pengalaman
– pengalaman yang berbeda sehingga membawa kita kepada persepsi yang berbeda-
beda atas dunia eksternal kita. komunikasi dan budaya yang mempunyai hubungan
timbal balik, seperti dua sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku
komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara,
mengembangkan atau mewariskan budaya, seperti yang dikatakan Edward
T.Hall(dalam Lubis,2006:2),bahwa ‘komunikasi adalah budaya’ dan ‘budaya adalah
komunikasi’. Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk
mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal,
dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal dari
suatu generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi lain budaya menetapkan
norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu. Dari
tema pokok demikian, maka perlu pengertian–pengertian operasional dari kebudayaan
dan kaitannya dengan komunikasi antar budaya.[2]
3. Kerangka
Berpikir
Seiring berjalannya waktu komunikasi antar budaya media kini
semakin menggampangkan penggunanya. Dengan kebutuhan hidup yang terus meningkat masyarakat dipaksa untuk dapat melihat sisi positif dan negatifnya media, dikarenakan media
bagaikan ladang yang berisi emas dan batu.
Berkembanganya media, seperti media cetak, media
elektronik seperti radio, televisi, dan media
yang terbarukan yaitu internet.
Sudah
saatnya kaum perempuan bersaing dengnan laki-laki di media untuk menjadi pelaku
media dan membuktikan bahwa kaum
perempuan tak hanya berperan di belakang atau di dapur. Dengan cara
membuat karya dan menonjolkan kaumnya.
BAB
III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian
ini mengunakan jenis penelitian field research, yaitu pengumpulan
data secara langsung kelapangan.[3]
Dalam enelitian lapangan, peneliti secara individu berbicara dan mengamati
secara langsung objek yang di telitinya. untuk memperoleh data yang konkrit mengenai
Sejarah budaya meron di kecamatan Sukolilo
Kabupaten Pati, maka peneliti mengunakan jenis penelitian lapangan agar dapat
menyelesaikan tugas.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian
ini termasuk penelitian kualitatif, yang artinya sebagai jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak di peroleh dari data statistic atau bentuk hitungan
lainnya.[4]
Metode ini dapat digunakan untuk meneliti tentang kehidupan, riwayat, dan
perilaku seseorang, tetang peranan organisasi pergerkan sosial, atau hubungan
timbal balik.[5]
Tetapi pendekatan kualitatif dalam penelitian ini mengamati mengenai sejarah budaya meron di kecamatan Sukolilo.
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang di teliti di desa sukolilo kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati. Alasan penulis dalam menentukan obyek penelitian di adalah rujukan sebagai memenuhi tugas yang memang di ajukan untuk
meneliti Sejarah budaya meron di
Sukolilo
Pati.
2. Sumber Data
Sumber data yaitu subyek dari mana data diperoleh sumber data penelitian ini di bagi
menjadi 2 yaitu data primer dan data sekunder.[6]
1. Sumber Data Primer
Sumber
data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul
data, sumber data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan juru kunci dari budaya meron di Sukolilo.
2.
Data
Sekunder
Data
sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain tidak langsung diperoleh
peneliti dari subyek penelitiannya.[7]
Sumber sekunder sebagai sumber penunjang yang dijadikan alat bantu dalam
menganalisis terhadap permasalahan yang muncul.
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan
data merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian, karena tujuan
utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian peneliti harus
menggunakan metode atau teknik yang dapat menunjang keberhasilan penelitiannya.
Dan penelitian ini menggunakan metode atau teknik observasi dan
wawacara.
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Lokasi
1.
Sejarah Budaya Meron
Di jaman pemerintahan Kesultanan
Mataram (1889), desa Sukolilo berbentuk kademangan / kelurahan yg berada di
bawah kekuasaan kadipaten / kabupaten Pati dengan bupati bernama Wasis
Jayakusuma. Sedangkan yang menguasai daerah Sukolilo adalah Demang Sura Kerta. Perlu diketahui bahwa Demang Sura Kerta adalah termasuk
salah satu dari 5 bersaudara. Mereka adalah :
1.
Sura Kadam
2.
Sura Kerta ( demang / lurah di Sukolilo)
3.
Sura Yuda
4.
Sura Tirta
5.
Sura Wijaya
Mereka semua adalah
laki-laki, jadi mereka juga disebut "PENDHAWA LIMA". Mereka masih
termasuk famili keluarga kerajaan Mataram.
Adapun silsilahnya : Panembahan Senapati (Sultan Mataram) mempunyai anak bernama Pangeran Rangsang. Lalu Pangeran Rangsang menurunkan :
Adapun silsilahnya : Panembahan Senapati (Sultan Mataram) mempunyai anak bernama Pangeran Rangsang. Lalu Pangeran Rangsang menurunkan :
1.
Sindu Jaya (Kancil Jaya). Di makamkan di pemakaman dukuh
Kancil Wonokusumo, desa Sumbersoka, kecamatan Sukolilo.
2.
Singa Prana. Di makamkan di pemakaman Guwa Manik Maya di
desa Jatipohon kabupaten Grobogan.
3.
Den Karsiyah. Di makamkan di pemakaman Talang Penganten,
desa Tengahan Sukolilo.
4.
Kulmak Singa Yuda Pana. Di makamkan di pemakaman Gedhong
kurang lebih 100 meter dari Pundhen Talang Tumenggung di desa Pesanggrahan
Sukolilo. PENDHAWA LIMA adalah anak dari
Kulmak Singa Yuda Pana.
Kulmak Singa Yuda Pana.
Diceritakan, SURA
KADAM (Pendhawa yang pertama / anak pertama) ingin mengembara di kerajaan
Mataram untuk mencari nafkah/ pekerjaan yang layak, karena pekerjaannya di
Sukolilo masih belum mapan. Sekaligus ingin melihat tanah kelahirannya. Setelah
mendapat ijin dari saudara-saudaranya, Sura Kadam berangkat ke selatan menuju
Kesultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat.
Setelah sampai di
Kerajaan Mataram, kebetulan di sana sedang ada masalah. Gajah yang biasa
dikendarai Sri Sultan lepas dan tidak bisa dikendalikan karena sang pawang dari
gajah tersebut telah meninggal. Seluruh prajurit tidak ada yang bisa
mengendalikannya dan mengembalikannya ke kandang. Bahkan banyak yang menjadi
korban karenanya.
Saat itu, Sura
Kadam sedang berteduh di bawah pohon beringin di alun-alun, dan sangat jelas
terlihat si gajah yang sedang mengamuk. Para penduduk bahkan para prajurit lari
kesana-kemari mencari tempat yang aman. Tiba-tiba, dengan langkah kaki yang
berat, si gajah mendekati tempat Sura Kadam berteduh. Sura Kadam sudah
merasakan bahaya yang mulai mendekatinya. Tanpa perlawanan, Sura Kadam membiarkan dirinya dililit
oleh belalai si gajah. Ajaibnya, bukannya menyerang / membantingnya, si gajah
malah meletakkan Sura Kadam di punggungnya. Kemudian Sura Kadam mengarahkan si
gajah kembali ke kandangnya dengan tenang.
Dengan gembira, Sri
Sultan yang melihat kejadian aneh itu langsung memanggil Sura Kadam dan
mengangkatnya menjadi pawang si gajah dengan sebutan Raden Ngabehi SURA
KADAM.
Diceritakan pula,
Bupati Pati Wasis Jayakusuma, dianggap membangkang karena sudah lama dia tidak
melapor dan menyerahkan upeti / pajak kepada Kerajaan Mataram.
Sri Sultan mengutus
para panglima perangnya untuk menangkap Bupati Pati tersebut. Mereka adalah :
1.
Kanjeng Raden Tumenggung Cindhe Among (Cindhe Amoh)
2.
Kanjeng Raden Tumenggung Raja Maladi (Raja Mala)
3.
Kanjeng Raden Tumenggung Candhang Lawe (Raden Slender)
4.
Kanjeng Raden Tumenggung Samirana (Raden Sembrana)
Para prajurit termasuk Raden Ngabehi Sura Kadam yang
sekaligus merangkap menjadi panglima perang menggrebek Kadipaten Pati dalam
perang. Akhirnya mereka bisa menangkap Bupati Pati Wasis Jaya Kusuma dan Pati
kembali menjadi satu dengan kerajaan Mataram lagi.
Sepulangnya dari perang di Pati, para prajurit beristirahat
sementara di Sukolilo. Ketika itu berpapasan dengan hari Maulid Nabi Muhammad
SAW, tanggal 12 maulud. Sudah jadi tradisi di Ngayogyakarta bahwa setiap hari
Maulid Nabi Muhammad SAW selalu diadakan tradisi SEKATEN. Para prajurit yang sedang beristirahat
di Sukolilo pun juga merayakan upacara Sekaten. Dan sejak saat itu desa
Sukolilo telah diijinkan oleh Sri Sultan untuk mengadakan upacara yang sama
seperti di Ngayogyakarta, namun namanya didanti dari Sekaten menjadi MERON.
2.
Makna Meron Menurut Bahasa
a.
Bahasa
Kawi -
Meron = Meru / gunung. Artinya, Meron adalah upacara yang berbentuk gunungan.
b.
Bahasa
Jawa Kuno -
Meron = Merong / mengamuk. Dahulu terbentuknya meron pada saat suasana
peperangan -
Meron = Emper (bahasa jawa) / pelataran / halaman depan rumah. Karena sebelum
di arak, terlebih dahulu
meron dipajang di halaman depan rumah masing - masing perangkat desa.
c.
Bahasa
Arab -
Meron = Mi'roj. Artinya memuncak atau hubungan manusia dengan Allah.
d.
Pemenggalan
Bahasa -
Meron = "Me" berarti rame / ramai ; "ron" berarti tiron /
meniru. Jadi,
Meron berarti ramene tiron - tironatau keramaiannya meniru - niru, yaitu meniru
tradisi Sekaten di Jogjakarta.
3.
Bentuk dan Makna Meron
a.
Mustaka
/ Sirahan / Bagian Puncak
·
Berwujud
Sawung / Ayam Jago yang digunakan untuk semua perangkat desa kecuali Modin
/ Kesra. Ayam jago melambangkan keperwiraan atau keprajuritan.
·
Berwujud
miniatur Masjid yang digunakan untuk Modin / Kesra melambangkan agama Islam.
·
Rangkaian
Bunga. Ayam Jago maupun Masjid dikelilingi karangan bunga yang melambangkan penghormatan terhadap
bangsa.
b.
Gunungan
Terdiri dari :
·
Mancungan
melambangkan tombak.
·
Ampyang
melambangkan tameng. Terbuat dari beras ketan yang ditanak lalu dibentuk
lingkaran dan kemudian dikeringkan. Setelah kering digoreng.
·
Cucur
melambangkan keteguhan tekad dan niat. Terbuat dari tepung, gula, air,
pewarna makanan, fanili, dan santan. Adonan dituangkan sedikit demi
sedikit diatas wajan yang berisi minyak goreng panas, mirip pembuatan
serabi.
·
Once
melambangkan sekar melathi rinonce (bahasa jawa) / rangkaian bunga melati. Bahannya sama
dengan ampyang. Setelah tanak, beras ketan dibentuk kecil-kecil berbentuk
segitiga dengan tangan. Dikeringkan setengah kering kemudian
dirangkai dengan benang dan dikeringkan lagi sampai benar - benar kering.
c.
Ancak
Isi
dari ketiga tingkatan ancak adalah yang diperebutkan oleh masyarakat sekitar.
Terdiri dari tiga
tingkatan:
·
Tingkatan 1 (atas) = melambangkan IMAN.
Berisi Lauk Pauk.
·
Tingkatan 2 (tengah) = melambangkan ISLAM. Berisi lima
jenis hasil bumi biasanya buah-buahan.
·
Tingkatan 3 (bawah) = melambangkan IKHSAN. Berisi nasi
dan sambal goreng.
Ron Wandhira (daun beringin) dijadikan
hiasan disekitar ancak
melambangkan
kerukunan antar masyarakat.
Ketiga
tingkatan ancak tersebut saling berhubungan. Ancak melambangkan kerukunan
dan ketentraman. Manusia yang ingin hidup tenteram dunia dan akhirat harus
bisa menyatukan rasa, cipta dan karsa. Dalam agama Islam dikenal dengan
Iman, Islam dan Ikhsan.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil analisis penelitian
yang telah dilakukan,
disimpulkan sebagai berikut: meron adalah sebuah kebudayaan, yang dimana meniru
sekaten yang berada di kota jogja, dengan acara yang sama yaitu arak-arakan
membawa gunungan dan acara di adakan ketika bulan mulud. Meron mempunyai 3
bentuk yaitu : mustaka/sirahan/puncak, gunungan, dan ancak, yang mempunyai
bagian dan arti yang berbeda.
Daftar
pustaka
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, (Rineka Cipta, Jakarta, 1998)
Anselm
Straus & Juliet corbin, dasar-dasar penelitian kualitatif, (jojakarta,
pustaka pelajar, 2003)
Lexi.
J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2008)
https://www.scribd.com/doc/118769020/MANAJEMEN-KOMUNIKASI
[1] https://www.scribd.com/doc/118769020/MANAJEMEN-KOMUNIKASI
[3]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik, (Rineka Cipta, Jakarta, 1998), hlm. 11.
[4] Anselm Straus & Juliet corbin, dasar-dasar penelitian
kualitatif, (jojakarta, pustaka pelajar, 2003), hlm. 4.
[5] Ibid.
[6] Lexi. J. Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.157.
Comments
Post a Comment